Selasa, 11 Januari 2011

Komentar Tentang KH. Latif Muchtar


Pendapat Amin Rais Tentang KH. Latief Muchtar

KH Abdul Latief Muhtar seorang ulama yang ikhlas, seorang ulama yang rendah hati dan telah berjuang sepanjang hidupnya untuk kejayaan islam dinegri ini. Secara pribadi saya sangat dekat dengan almarhum. Pernah bepergian ke RRC dalam sebuah rombomgan. Kemudian, setiap kali ada rapat ICMI maupun rapat Dewan Dakwah juga sering bertemu dan bertukar pikiran.

Buat saya, ada tiga hal yang mencuat dari kehidaupan almarhum itu. Pertama, ketawaduh'an, kerendahan hati beliau. Beliau sebagai seseorang yang 'alim, yamg mempunyai ilmu agama yang cukup banyak tidak sedikitpun menampakkan rasa kibir atau kesombomgan. Beliau seseorang yang betul-betul rendah hati. Seperti kata pepatah, yaitu padi yang makin berusi makin menunduk. Saya kira, itulah Pak Abdul Latief Muhtar.


Kedua, dalam soal kederhanaan. Saya kira, semua orang mengakuinya. Beliau bukan ulama yang mudah terpaku atau silau oleh keduniaan. Jadi, sejauh yang saya ketahui, ketika ketemu di Bandung, Jakarta, dan luar negri, maka kesederhanaan itu nampak sekali sebagai watak beliau yang sangat menonjol.

Dan ketiga, saya kira, kecintaannya kepada umat yang dipimpinnya itu junga sudah menjadi pengetahuan bersama. Beliau meminpin jami'iyah Persis itu dengan segala pengabdian dan ketekunan. Dan karena itu dengan kontek ini saya benar-benar berharap bahwa seperti kata pepatah, patah tumbuh hilang berganti. Mudah-mudahan dikalangan Persis ada pengganti beliau yang bisa meneruskan langkah-langkah perjuangan almarhum.

Saya juga sering kenal dengan tokoh-tokoh Persis baik yang tua maupun yang muda. Menurut saya, tidak pernah sedikit pun ada genjalan pisikologis. Mereka mendambakan ukuwah islamiah secara ikhlas. Dan baik pinpinan persis yang ada di Bandung dan Bangil mau pun d itempat-tempat lain saya juga sering bertemu. Dan saya rasakan gelombang mau pun frekwensi kejiwaan mereka-mereka itu sama dengan Muhammadiyah.


Komentar Djamaluddin Zuhri Siradj, LC.
(Teman akrab sesama mahasiswa Indonesia di Mesir tahun 1950-an)

Kesan saya tentang beliau waktu di Mesir, saya datang di Mesir tahun 1955. dan beliau datang hampir 2 tahun sesudah saya. Beliau ditampung oleh kementrian P dan K Mesir, yaitu PTIP. Kemudian saya sebagai teman yang lebih dulu datang di Mesir sering berkunjung ke kawan-kawan yang baru datang dari tanah air untuk melimpahkan kekangenan pada tanah air. Dan mereka yang baru datang sering minta pengarahan untuk minta pengalaman-pengalamannya kepada kami-kami yang sudah dulu datang sebagai kakak atau saudara tua di luar negeri.

Ternyata uztadz Latief orangnya lembut, mudah dan suka menerima pendapat orang lain, serta tawadhu. Tidak ada sedikit pun gejala congkak atau takabur. Beliau minta pengarahan kepada saya dan pengalaman-pengalaman. Saya masih ingat betul lemah lembutnya karena itulah yang menonjol benar.

Setiap ketemu dengan saya dan teman-teman, beliau itu ngunduh (memetik), ngangsu (menimba), tidak terus ngguroni (menggurui), ini yang menonjol dari beliau, yaitu tidak suka menggurui. Sampai akhirnya beliau menjadi pimpinan Persis, betul-betul menuangkan dari sumur ilmunya.

Beliau itu orang yang lugu, tidak suka ngakali, minteri mau pun suka bengak-bengok atau teriak-teriak. Tingkah laku yang tidak patut itu ndak ada sama sekali pada dirinya. Dia betul-betul luas, lugu, tetapi juga luwes. Beliau itu khusuk. Jadi memang patutlah kalau di tanah air dia menjadi pemimpin karena memang sudah pada tempatnya.

Mungkin karena dia ingin segera memimpin umatnya, maka beliau kok memilih perguruan tinggi swasta yang cepat, yaitu di Dirosat Islamiyah di Syari'ah Syiroodhiyah di mana Prof. Dr. Harun Nasution juga sekolah di situ. Dan mereka sudah merampungkan pelajarannya sebelum kami dan lalu pulang ke tanah air. Sedangkan Harun Nasution terus melanjutkan ke Kanada.

Begitu saya dengar beliau menjadi pimpinan Persis di Bandung, saya merasa bahagia sekali karena merasa ada teman berjuang. Dan disitu yang saya garis bawahi mengenai fatwa tentang bunga atau rente di bank hasil deposito. Di sini Abdul Latief Mukhtar konsisten dengan apa yang diterima di Mesir. Sebab ulama di Mesir semuanya mengharamkan rente bank seberapa kecil pun. Sedang yang menghalalkan bunga deposito bank, baik bank swasta maupun bank negara, itu hanya Farid Wajhi dan Rasyid Ridha. Sedangkan yang mayoritas seluruhnya menolak rente sedikit maupun yang banyak itu haram.

Begitu saya mengetahui fatwanya begitu, saya girangnya bukan main. Karena tentu saja yang disampaikannya itu persis sama dengan ilmu yang saya terima di Mesir.Juga mengenai bersatunya Persis Bangil dengan Persis Bandung di bawah Abdul Latief Mukhtar, girang saya tambah luar biasa lagi. Apalagi dengan sudah adanya bank syariah di Indonesia, maka tidak ada alasan lagi untuk menghalalkan bunga bank, baik sedikit maupun yang banyak.

Semangat menuntut ilmunya tampak betul. Kalau memang semangat menuntut ilmunya tidak ada, tentu setelah merasa terlalu lama di universitas tentunya pulang saja atau bekerja di kedutaan, tetapi beliau tidak. Beliau masuk sekolah swasta yang sesuai dengan cita-citanya, yaitu dirosan Islamiyah dengan Islamic Studi spesialisasinya. Setelah mendapat ijazah, baru pulang. Itu namanya penuh semangat ditandai dengan sampai merampungkan studinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar